MENGHANCURKAN DEMOKRASI [1]
11.13 | Author: kontrademokrasi

STANDAR KEBENARAN DEMOKRASI : SUARA MAYORITAS

Dari sekian sebab yang mendorong kita untuk menolak demokrasi adalah karena demokrasi itu tegak di atas suara mayoritas, tanpa melihat lagi jenis suara mayoritas yang ada. Jadi standar kebenaran dalam demokrasi ditentukan oleh pendapat mayoritas.
Berangkat dari prinsip ini, para pemimpin partai yang berhaluan demokrasi selalu berupaya mencari keridhaan mayoritas rakyat dengan segala cara, walaupun harus mengorbankan aqidah, harga diri, agama, dan kehormatan. Mereka melakukan semua ini untuk dapat meraih suara mayoritas rakyat tersebut dalam kompetisi-kompetisi pemilu yang beraneka ragam.

Kebenaran Tidak Ditentukan Oleh Banyaknya Pelakunya, Tetapi Oleh Dalil-Dalil Syar’i

Sebagai pengikut Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, kita memandang bahwa kebenaran hanya ditentukan melalui dalil-dali syara’ (Al-Qur`an dan As-Sunnah serta yang ditunjukkan oleh keduanya-penerj.), bukan dari banyaknya orang yang mengerjakannya atau suara mayoritas rakyat.
Dengan demikian, kita bisa melihat, pengikut para rasul jumlahnya sangat sedikit sedangkan para pengikut thaghut jumlahnya sangat banyak.
Sebagaimana Allah SWT telah berfirman kepada Nuh AS setelah tinggal bersama kaumnya selama satu milenium kurang lima puluh tahun (950 tahun). Firman Allah SWT :

 

“ Dan tidak beriman kepada Nuh, kecuali sedikit.” (QS Huud [11] : 40)


Demikian pula Fir’aun –laknatullah-- saat akan menganiaya sahabat-sahabat Nabi Musa, Fir’aun menyifati mereka dengan berkata :

“(Fir’aun berkata), ‘Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil.” (QS Asy-Syu’araa` [26] :  54)

Namun Allah mencela mayoritas yang telah mengantarkan Fir’aun menjadi penguasa absolut. Firman Allah SWT :

“Maka Fir’aun mempengaruhi kaumnya (dengan perkataan itu) lalu mereka patuh kepadanya. Karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik.” (QS Az-Zukhruf [43] :  54)

Kalau kita mau merenungi firman Allah maka kita akan melihat, acapkali Allah mengaitkan jumlah mayoritas dengan celaan (adz-dzam) dan jumlah minoritas dengan pujian (al-madh). Firman Allah :

“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (QS. Yusuf [12] : 21, 40, 68), (QS. Al-A’raaf [7] : 87), (QS. An-Nahl [16] : 38), (QS.Saba` [34] : 28,36), (QS. Al-Mu`min [40] : 57), (QS. Al-Jaatsiyah [45] : 26)

“Dan kebanyakan dari mereka adalah kafir.” (QS An-Nahl  [16] : 83)


“Bahkan dari sebagian besar dari mereka tidak beriman.” (QS.Al-Baqarah [2] : 100)

Tetapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkarinya(nya).” (QS. Al-Israa` [17] : 89), (QS. Al-Furqaan [25] : 50)

“Sebenarnya dia telah membawa kebenaran kepada mereka, dan kebanyakan mereka benci kepada kebenaran.”(QS. Al-Mu`minun [23] : 70)

“Tetapi kebanyakan manusia tidak mensyukuri-(Nya).” (QS.Yusuf  [12] : 38)

”Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS.Al-Maa`idah [5] : 49)

“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka  (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram.” (QS.Al-Maa`idah [5] : 62)

“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS.Al-An’aam [6] : 37)

“Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS. Al-An’aam [6] : 111)

“Dan engkau tidak mendapati kebanyakan mereka bersyukur (ta’at).” (QS. Al-A’raaf [7] : 17)

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja, sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran.” (QS. Yunus [10] : 36)

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (QS.Yunus [10] : 92)

“Tetapi kebanyakan dari manusia tidak beriman.” (QS. Huud [11] : 17)

“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam mempersekutukan Allah (dengan sesembahan lain).” (QS. Yusuf  [12] : 106)

“Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari manusia.” (QS. Ibrahim [14] : 36)

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain.”  (QS. Shaad [38] : 24)

Allah SWT memberi peringatan kepada Rasulullah SAW agar jangan mengikuti kebanyakan orang yang tidak mengetahui. Firman Allah SWT :

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang ada di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kamu.” (QS. Al-An’aam [6] : 116)

“Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar-benar hendak menyesatkan orang lain dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan.” (QS. Al-An’aam [6] : 119)
Sebaliknya, ketika Allah berbicara mengenai jumlah yang sedikit biasanya disertai dengan pujian (al-madh). Seperti firman Allah SWT :

“Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari pada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS. Al-Baqarah [2} : 83)

“Dan mereka berkata,’Hati kami tertutup,’  tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka, maka sedikit sekali mereka beriman.” (QS. Al-Baqarah [2] : 88)

“Maka tatkala perang diwajibkan atas mereka, merekapun berpaling, kecuali beberapa orang saja di antara mereka.” (QS. Al-Baqarah [2] : 246)

“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah.” (QS.Al-Baqarah [2] : 249)

“Dan sesungguhnya kalau kami perintahkan kepada mereka,’Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu,’ niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka.” (QS. An-Nisaa` [4] : 66)

“Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).”(QS.Al A’raaf [7] : 3)

”(Tetapi) kamu sedikit sekali kamu bersyukur.” (QS. As-Sajdah [32] : 9)

Firman Allah SWT tatkala menceritakan kisah Iblis :

“(Dan iblis berkata),’Terangkanlah kepadaku inikah orangnya yang Engkau muliakan atas diriku? Sesungguhnya jika Engkau memberi tangguh kepadaku sampai hari kiamat, niscaya akan aku sesatkan anak keturunannya, kecuali sebagian kecil.” (QS.Al Israa` [17] : 62)

“Dan mereka tidak mendatangai peperangan kecuali sebentar.” (QS.Al-Ahzab [33] : 18)

“Dan sekiranya mereka berada bersama kamu, mereka tidak akan berperang kecuali sebentar saja.” (QS. Al-Ahzab [33] : 20)

“Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hambaku yang berterima kasih.” (QS.Saba` [34] : 13)

Allah SWT juga menjelaskan tentang orang-orang yang melakukan perbaikan (ishlah) di tengah-tengah manusia yang melakukan kerusakan, sedangkan jumlah mereka sedikit. Firman Allah SWT :

“Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah kami selamatkan di antara mereka.” (QS. Huud [11] : 116)

Bahkan puluhan hadits telah mambicarakan jumlah sedikit dengan pujian (al-madh) sedang mereka melakukan perbaikan. Rasulullah SAW bersabda:

“Tak henti-hentinya satu kelompok dari umatku selalu menampakkan kebenaran (al-haq). Tidak membahayakan mereka orang-orang yang mencela dan menyalahi mereka hingga datang pertolongan Allah dan mereka tetap dalam keadaan demikian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Para ulama banyak membahas keutamaan orang-orang yang terasingkan (al ghuraba`) yang melakukan perbaikan di tengah–tengah manusia yang berbuat kerusakan, seperti Imam Ibnu Rajab Al-Hanbaly dalam kitabnya Kasyf Al-Kurbati Biwashfi Ahl Al-Ghurbati.

 

Demokrasi Memberikan Hak Membuat Hukum Kepada Suara Mayoritas


‘Adnan ‘Aly Ridha An-Nahwy telah mengatakan dalam kitabnya Syura Laa Ad-Dimuqrathiyah halaman 103 :

“Dalam kehidupan dunia, kebenaran (pendapat) tidaklah diukur dan ditetapkan oleh sedikit atau banyaknya jumlah orang yang melakukannya. Tetapi kebenaran itu harus diukur dan ditetapkan oleh kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan manhaj rabbani yang diturunkan dari langit. Firman Allah SWT : 

“Sesungguhnya (Al-Qur`an) itu benar-benar dari Tuhanmu, tetapi kebanyakan manusia tidak beriman.” (QS.Huud [11] : 17)

Selanjutnya ‘Adnan ‘Aly Ridha An-Nahwy berkata :

 “Kebenaran bukan ditetapkan oleh suara mayoritas, sekalipun yang menang tersebut kaum muslimin. Juga, ukuran kebenaran bukan ditentukan oleh kongres atau parlemen yang mengacungkan dan menurunkan tangan berdasarkan hawa nafsu yang mengakibatkan kehancuran bangsa tersebut. Islam telah memiliki manhaj rabbani, satunya-satunya pelindung bagi manusia walau dalam keadaan berbeda dan saling silang pendapat.”

Dari sinilah, maka para shalaf ash-shaleh tatkala menafsirkan kata al-jama’ah –yang termaktub dalam hadits Nabi SAW-- dengan makna konsisten (iltizaam) dalam kebenaran (al-haq) walau Anda seorang diri.

Abu Syamah berkata dalam kitabnya Al-Baa’its halaman 22 :

“Ketika datang perintah untuk menetapi jama’ah, yang dimaksud adalah tetap konsisten dalam kebenaran (al-haq) dan selalu mengikutinya, walaupun orang yang berpegang teguh pada kebenaran sangat sedikit dan para penentangnya sangat banyak. Karena kebenaran (al-haq) itulah yang dipegang oleh jama’ah yang pertama, yaitu Rasulullah SAW dan para shahabat RA, tanpa melihat lagi banyaknya pengikut kebatilan.”

Tatkala Abdullah bin Mubarak ditanyakan kepadanya mengenai maksud dari kata al-jama’ah, beliau menjawab,”Abu Bakar dan ‘Umar.” Lalu beliau ditanya lagi seandainya keduanya telah wafat, beliau menjawab,”Si Fulan dan si Fulan.” Kemudian ditanyakan lagi kepadanya seandainya si Fulan dan si Fulan wafat. Beliau menjawab.”Abu Hamzah Al-‘Askary itulah jama’ah.”
Imam Al-Bukhari menafsirkan kata al-jama’ah dengan makna orang yang pakar dalam fiqh (ahl al-fiqh) dan ulama (ahl al ‘ilm). Beliau berkata dalam Bab [Demikianlah Allah menjadikan kalian umat yang adil (ummatan wasathan)], “Apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW untuk mengikuti jama’ah,  maksudnya adalah mengikuti ahlul ‘ilmi.”
Imam At-Tirmidzi berkata mengenai tafsir dari kata jama’ah :

“Menurut ahlul ‘ilmi yang dimaksud dari kata jama’ah adalah ulama yang memiliki kedalaman ilmu (ahl  al ‘ilm), pakar dalam fiqh (ahl al fiqh),  dan pakar dalam hadits (ahl al hadits)”.
Ibnu Sinan menafsirkan al-jama’ah adalah orang yang memiliki kedalaman ilmu (ahl  al ‘ilm) dan para ahli hadits (ash-haabul atsar).
Walaupun ulama berbeda pendapat mengenai tafsir dari kata al-jama’ah tetapi mereka semua kembali pada makna yang satu, yaitu siapa saja yang meneladani keadaan dan hal ihwal Rasulullah dan para sahabat. Sama saja apakah jumlah mereka sedikit ataupun banyak, walaupun umat berbeda-beda dalam kondisi, tempat dan zamannya. Karena itu Abdullah bin Mas’ud berkata mengenai kata al-jama’ah, “Apa saja yang sesuai dengan kebenaran (al-haq) walaupun Anda seorang diri.” Dalam lafadz lain, al-jama’ah adalah “Apa saja yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah walau Anda dalam keadaan seorang diri.”

Catatan :
Dalam kitab Al-Mabaadi` Ad-Dusturiyah Al-‘Ammah halaman 304 dikatakan bahwa menurut para pemikirnya demokrasi terdiri dari tiga macam :

1. Demokrasi Langsung
Yaitu rakyat memerintah secara langsung tanpa melalui perantara berupa parlemen atau yang sejenisnya. Kemudian seluruh rakyat berkumpul dalam satu tempat  untuk membuat undang-undang yang di ambil dari suara mayoritas.Untuk sekarang hal ini mustahil terjadi, dan ini merupakan awal dari munculnya ide demokrasi jenis pertama (demokrasi langsung). Demokrasi jenis ini pertama kali dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau. Dia memandang, tidak mungkin ada demokrasi tanpa metode seperti ini, karena demokrasi tegak di atas kehendak umum masyarakat. Kehendak umum tidak bisa terwakili dan tidak bisa diwakilkan atau diserahkan kepada pihak lain, karena kehendak umum tidak mungkin dipindahkan. Dikatakan bahwa yang seperti inilah demokrasi hakiki dimana rakyat dapat merealisasikan kedaulatannya. Dalam arti, rakyat bisa melaksakan kekuasaan secara utuh bukan setengah-setengah melalui para wakil rakyat.

2. Demokrasi Tak Langsung (Perwakilan)
Demokrasi ini berlangsung tatkala rakyat memilih para wakil-wakilnya untuk melaksanakan kekuasaan atas nama rakyat.

3. Demokrasi Semi Langsung
Demokrasi jenis ini gabungan dari dua bentuk demokrasi di atas.
|
This entry was posted on 11.13 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: