Menelanjangi Mitos Demokrasi
21.58 | Author: kontrademokrasi

(Menaggapi tulisan Bapak Misbahul Munir: “Golput, Onani Demokrasi”)
oleh Warih Sutaryono, SPd*)

Demokrasi hingga kini masih terus mengalami dialektika. W.B. Gallie beberapa tahun silam pernah mengatakan: “Demokrasi merupakan suatu konsep yang pada prinsipnya masih diperdebatkan”. Ia menandaskan: “Ada beberapa perselisihan pandangan menyangkut konsep-konsep semacam itu.” (John L. Esposito & John O. Voll, Demokrasi di Negara-negara Muslim)
Pemikir Barat lain, Giovanni Sartori, mengatakan: “Ketika kita menerapkan konsep demokrasi pada kebanyakan negara Dunia Ketiga, terutama yang disebut negara berkembang, standarnya menjadi begitu rendah sehingga orang mungkin sangsi apakah konsep demokrasi masih layak dipakai?” Demokrasi menurut Woodrow Wilson, “merupakan bentuk pemerintahan yang paling sulit” (ibid) 
Apa yang disebut dengan sistem demokrasi, yang dianggap baik oleh pengikutnya, tentunya penting dikritisi. Dari sini diharapkan muncul kesadaran baru baik untuk para politisi maupun masyarakat umum terhadap kebobrokan yang diperbuat sistem tersebut. Juga agar mereka bisa berhenti bermimpi dengan harapan semu yang ditawarkan sistem ini. Tidak lain adalah agar terhindar dari murka Allah SWT. Sebab saat mereka berpegang dengan demokrasi yang intinya kedaulatan ditangan rakyat, mereka telah menjadikan tuhan baru sebagai tandingan bagi Allah, yaitu suara yang mengatsnamakan rakyat. Namun benarkah realitanya seperti itu?
Menurut kamus, demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dengan kekuasaan tinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan langsung oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan bebas.   
Tapi faktanya, para kepala negara dan anggota parlemen seperti di AS dan Inggris sebenarnya memiliki kehendak yang dipengaruhi kaum kapitalis (konglomerat, pemilik modal). Para kapitalis besar yang mendudukkan mereka keberbagai posisi pemerintahan atau lembaga-lembaga perwakilan dengan harapan mereka dapat merealisasikan kepentingan kaum kapitalis tersebut. Para kapitalis inilah yang membiayai para politisi, mulai dari kampanye sampai proses pemilihan presiden. Dan anggota parlemen. Wajar jika mereka punya pengaruh besar terhadap para politisi baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Di Inggris sebagaian besar anggota parlemen mewakili para penguasa, pemilik tanah, serta golongan bangsawan aristokrat.
Dalam sistem kapitalis, kekuatan pemilik modal menjadi faktor yang sangat penting dalam pengambilan keputusan. Karena itu wajar, bahwa keputusan yang diambil oleh parlemen pastilah memihak pemilik modal besar tersebut.  Contohnya dilegalisasinya serangan AS ke Irak oleh Parlemem AS (sedang rakyat mayoritas justru menolak serangan itu) tersebut tidak bisa dilepaskan dari besarnya kepentingan ekonomi para pengusaha minyak AS terhadap Irak yang memiliki cadangan minyak kedua terbesar setelah saudi Arabia. 
Memang kenyataanya sulit untuk membuat keputusan dengan terlebih dahulu  mendapat persetujuan rakyat. Bisa disebut, klaim suara anggota parlemen adalah cerminan suara rakyat hanyalah mitos. Dan memang kecenderungan wakil rakyat mengabaikan rakyat yang telah memilihnya.
Sedangkan fenomena golput yang ditulis oleh Bapak Misbahul Munir kemarin seakan sangat menjijikkan dengan istilah maaf “Onani Demokrasi” saya pikir sangat berlebihan. Karena memilih dalam pemilu adalah hak politik warga negara, merupakan hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang dasar. Mungkin bisa introspeksi diri, pada 9 Pebruari yang lalu di Kota Blitar ada Konvoi Golput (Golongan Putih). Mereka mengemukakan tiga alasan yaitu: kekecewaan terhadap hasil pemilu 1999, tidak adanya perubahan sistem, dan tidak digunakannya sistem distrik murni dalam pemilu 2004 (Kompas, 10/02/2004).
Fenomena golput itu hal lumrah, di AS pun itu terjadi. Mengapa mereka bersuara demikian? Valina Singka Subekti, MA (anggota KPU & Dosen UI) mengatakan: “Karena mereka tidak puas terhadap kinerja partai atau anggota DPR juga presiden dan wakil presiden. Jadi golput itu sebenarnya tantangan buat partai. Makanya partai harus mengubah kinerjanya, mengubah performent-nya”  (al-wa’ie, 41 th IV).
Alasan lain, coba kita hitung, pada pemilu 1999 paling banyak yang golput berkisar 5%. Selanjutnya mari kita nilai, problem multidimensi yang semakin parah yang kita alami, apakah terletak diangka 5%  pemilih yang golput atau 50% lebih pemilih yang memilih partai (yang nggak becus memperbaiki kondisi). Jelas 50% pemilih partai yang menghasilkan pemerintahan dan perlemen yang sedang berkuasa saat ini yang perlu dipertanyakan.
Sebagai koreksi bagi semua partai, didalam teori perpolitikan modern bahwa partai politik itu mempunyai 4 fungsi, yaitu legislasi, edukasi, artikulasi dan agregasi. Saat ini, cenderung partai yang ada hanya mengoptimalkan fungsi legislasi dengan cara bagaimana mendapatkan suara terbanyak dalam pemilu sehingga bisa menguasai parlemen atau jabatan tertentu. Sementara tiga fungsi lain cenderung diabaikan bahkan ditinggalkan. Kalaupun melakukan legislasi itu hanya dilakukan pada saat-saat menjelang pemilu saja, dan itupun lebih terfokus kepada hal yang bersifat instan dengan memberi kaos, bendera atau asesoris lain, bukan bagaimana menjelaskan tentang visi, misi dan segalanya dari partai sehingga massa paham secara detail tentang partai. 
Karena itu bagi kita (para politisi) perlu belajar banyak dari aktivitas politik yang dilakukan Rasulullah (sebagai teladan terbaik). Yang paling menonjol beliau selalu mengaitkan pengaturan urusan-urusan umat dengan hukum-hukum Allah Yang Maha Penyayang. Diantara yang pernah beliau lakukan: 1) membina umat dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam, sehingga terjadi perubahan pemikiran di tubuh umat. 2) menyerang ide-ide, pemikiran dan hukum-hukum yang rusak; membongkar kepalsuannya, dengan demikian umat akan menolak hukum-hukum sekuler dan menggantikannya dengan aturan dari Allah Yang Maha Bijaksana. 3) membongkar kedzaliman penguasa, Rasulullah menyerang Abu Jahal dan Abu Lahap dengan mengungkap kedzalimannya dan pengkhianatannya terhadap umat. 4) mendatangi elit-elit politik dari berbagai kabilah berpengaruh; mengajak mereka masuk Islam dan agar mereka menyerahkan kekuasaan kepada Islam, dengan demikian aturan-aturan Islam bisa ditegakkan lewat kekuasaan.
Semoga kita sadar

*) Trainer KTI Insan Utama Malang
Dimuat di Malang Post Hari Jum’at, tanggal 20 Pebruari 2004
This entry was posted on 21.58 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: